Minggu, 21 November 2010

Surat Yang Tersegel

Nenekku meninggal saat aku sedang kuliah. Aku merasa bagaikan disambar petir. Hal-hal semacam ini amatlah berat karena kamu tidak punya kendali dengan kejadian itu dan tidak bisa menolaknya. Kejadian semacam ini membuatmu marah dan sedih dan bingung dan penuh penyesalan dan sejuta perasaan lain yang menggerogoti hatimu, tetapi saat kamu memandang keluar jendelamu, dunia terus berjalan dengan mantap seolah tidak ada apa pun yang terjadi. Itulah yang paling membuatku marah.
Aku ingat perjalanan pulang dan bagaimana suara pembawa acara radio membuatku merasa ngeri saat aku sadar bahwa dunia masih melanjutkan urusannya, padahal yang kuinginkan hanyalah agar dunia berhenti dan berduka bersamaku.

Aku marah kepada keluargaku karena mereka diberi kesempatan untuk mengucap selamat tinggal, sedangkan aku tidak. Aku tahu bahwa entah bagaimana, aku harus menemukan kata akhir, jadi aku menulis surat terpanjang yang pernah kutulis. Aku mencurahkan segala perasaanku kedalam kertas itu dan aku terus menulis hingga tanganku sakit. Aku membagikan segalanya kepada nenekku di dalam surat itu, hal-hal yang kuharap kuucapkan bertahun-tahun yang lalu, hal-hal mengenai masa depanku yang kuingin dia alami bersamaku, dan segala hal diantaranya. Aku melem surat itu dan membawanya besertaku sepanjang upacara pemakaman akhir pekan itu.

Menulis surat itu menjernihkan benakmu. Menulis surat itu memberikan bentuk penghiburan yang tak bisa diberikan oleh hal-hal lain. Didalam hatiku, aku yakin bahwa nenekku mendengar kata-kataku, dan hal itu membantuku melanjutkan hidup. Kita sedih saat seseorang meninggal, tetapi lebih dari itu, kita marah, dan keadaan itu jauh lebih sulit karena orang yang membuat kita marah tidak ada didekat kita untuk membantu kita mencapai pemecahan apapun. Bagiku, menulis surat itu adalah pemecahannya, permintaan maafku atas segala kesalahan yang pernah kulakukan, dan kebahagiaanku atas segala hal yang kami bagikan bersama.

Kehilangan seseorang yang kita cintai pasti menyakitkan-tidak ada cara untuk menghindarinya. Namun memendam segala emosimu di dalam hati tidaklah sehat. Bicaralah kepada seseorang, tulislah surat, atau bicaralah keras-keras kepada dirimu sendiri atau kepada orang yang sudah meninggal itu. Hanya karena orang itu fisiknya sudah mati bukan berarti bahwa kamu tidak bisa berbicara kepada mereka dan berbagi bersama mereka banyak hal yang ada dalam benakmu. ketika aku mengunjungi makam nenekku, aku menceritakan kepadanya segala hal yang terjadi didalam hidupku. Aku masih merasa sedih karena dia tidak ada di dekatku untuk berbagi dalam segala hal bersamaku, tetapi aku merasa seolah dia ada didalam hatiku dan di dalam banyak hal, tetap menjadi bagian dari hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar